“Kita harus berjuang seperti para pahlawan Indonesia
dulu, orang bilang saya bisu dan tuli ya biarin aja”
Banyak orang yang menganggap bahwa
keterbatasan merupakan kutukan yang membuat kita sulit untuk berprestasi dan
layak untuk menyerah. Tapi anggapan itu tidak berlaku bagi Chandra Setiawan
yang akrab dipanggil Chacha, mahasiswi semester dua Prodi Psikologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Humaniora(Fishum) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dia tercacat
sebagai satu-satunya mahasiswa transgender sekaligus difabel di UIN. Terlahir
dalam kondisi tuna rungu wicara, Chacha mampu melanglangbuana berkat keahlianya
menari, menjadi model dan merancang busana.
Chacha yang terlahir berjenis kelamin
laki-laki pada 30 Juli 1982 silam itu tumbuh dari keluarga Kristiani di Kota Blitar,
Jawa Timur. Bapaknya berprofesi sebagai Guru
Agama Kristen di salah satu sekolah SD di Kota Blitar. Sedangkan Ibunya menjabat sebagai Kepala
Sekolah SD di salah satu sekolah di kota yang sama.
Perjalananya sampai menetap di kota pelajar
berawal ketika Chacha menjadi anak angkat dari ibu Kartika Affandi yang juga
pemilik Musium Affandi di Jalan Solo. Sebelum resmi menempuh pendidikan di UIN
Yogyakarta itu, beberapa universitas pernah dia singgahi, di antaranya Institut
Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, ISI Surakarta, Universitas Negeri Yogyakarta.
Semua tak menerimanya dengan alasan, ia tuna rungu-wicara. "Semua menolak
saya karena masalah komunikasi, sewaktu wawancara," ungkapnya.
Semangatnya untuk terus berjuang dalam
keterbatasan, merupakan buah motivasi dari kisah para pahlawan membebaskan Indonesia
dari penjajah “Kita harus berjuang seperti pahlawan Indonesia dulu, orang
bilang saya bisu, tuli biarin aja” kata Chacha diterjemahkan oleh Choiriana,
relawan mahasiswa difabel ketika ditemui di kantor difabel corner, Selasa siang
17 April 2012. Bagi Chacha, orang-orang yang terlahir berkebutuhan khusus harus
terus berjuang agar tidak selalu ditindas ”orang yang kekurangan itu tidak
selamanya ditindas”imbuh Chacha.
Diantara sekian banyak prestasi yang
dimilikinya, yang paling sensasional adalah ketika dia mendapat gelar Miss Waria teladan dan masuk kategori 10 besar Pemilihan Miss Waria Indonesia
2007 di Jakarta. Bagi wanita sulung dari empat bersaudara itu, berprestasi
bukanlah tujuan utama dari setiap usahanya, karena yang terpenting baginya
adalah bagaimana dia bisa hidup mandiri dalam keterbatasanya”saya senang bisa
mandiri, bukan karena prestasi semata”ujarnya.
Sebelum menempuh pendidikan di UIN, Chacha
berprofesi sebagai perancang busana. Profesi ini dia tekuni sejak lulus SMA Veteran Tulunganggung Jawa Timur pada tahun 2003. Puncak karirnya sebagai desainer terjadi ketika
busana rancanganya pernah digunakan dalam sebuah produksi iklan.
Selain kuliah, hingga saat ini Chacha masih
menekuni dunia tari yang menjadi hoby nya. Tak tanggung-tanggung, penari
kondang sekelas Didi Nini Thowok menjadi pengasuhnya. Banyak sekali pagelaran
atau kontes tari yang pernah di ikuti Chacha, dan pagelaran tari tahunan Yogyakarta
menjadi langganan Chacha unjuk kebolehan.
Satu hal lagi yang menjadi nilai lebih dalam
diri Chacha adalah dia keturunan darah biru jawa. Orang tua nya yang masih
keturunan asli Raja Trowulan dari Kerajaan Majapahit membuat Chacha di anugrahi
gelar Raden Mas Chandra Setiawan Baukromo.
Hingga saat ini, satu hal yang menjadi mimpi Chacha
kedepan, yakni mewakili Indonesia dalam miss universe di Thailand”saya lagi
siap-siap, semoga terpilih mewakili Indonesia”cetusnya. Chacha pun
mengungkapkan bahwa di Thailand waria masih mendapat tempat yang sama di mata
masyarakat, bahkan tidak sedikit waria di Thailand yang dikembangkan potensinya
di berbagai sektor wisata.
Kisah dan semangat Chacha untuk bisa setara
dengan manusia lainya ini semoga mampu membuka mata hati kita, bahwa difabel
atau transgender bukanlah keinginan ataupun pilihan, melainkan bagian dari
rencana Tuhan. Jadi segala bentuk diskriminasi dari segi pendidikan maupun
status sosial merupakan pelanggaran, karena undang-undang menjamin hak yang
sama untuk semua warga Indonesia.
(Tulisan ini dimuat di Rubik Swara Kampus Kedaulatan Rakyat Jogja pada Selasa 24 April 2012)
Comments